Datum: Sonntag, der 07. Juni 2020
Ort: Glaskopf im Taunus
Zum 07.06.2020 fand wie jedes Jahr der Waldgottesdienst der St. Paulsgemeinde und der indonesischen Kristusgemeinde statt. Auch dieses Jahr nahm wieder der Posaunenchor Eschborn unter der Leitung von Richard Krüger daran teil. Posaunenchöre stehen mit ihrem unverwechselbaren Klang in ganz besonderer Weise für die Tradition evangelischer Kirchenmusik und sind ein unschätzbares Gut, gerade auch für die Gestaltung der Gottesdienste am Glaskopf.
Predigttext aus4. Mose 6, 22 - 27
Und der HERR redete mit Mose und sprach: 23 Sage Aaron und seinen Söhnen und sprich: So sollt ihr sagen zu den Israeliten, wenn ihr sie segnet: 24 Der HERR segne dich und behüte dich; 25 der HERR lasse sein Angesicht leuchten über dir und sei dir gnädig; 26 der HERR hebe sein Angesicht über dich und gebe dir Frieden. 27 So sollen sie meinen Namen auf die Israeliten legen, dass ich sie segne.
(Lutherbibel 2017)
Predigt:
Pfarrerin Junita Rondonuwu-Lasut (Evangelische Indonesiche Kristusgemeinde Rhein-Main)
Dieser Segen Gottes wird von den Kirchen bis heute und überall an ihre Gemeinden weitergegeben. Gott will, dass unser Leben gesegnet ist. Er will, dass wir in Frieden leben. Er will nicht, dass wir in Leid und Feindschaft leben. Gottes Wille ist es, dass der Friede und Segen, welche wir bereits empfangen haben, an unsere Mitmenschen und an seine Schöpfung, verbreitet werden.Das ist auch der Grund, warum die Kirche sich aktiv darum bemühen muss, die Verbreitung des Coronavirus so weit wie möglich zu verhindern. Damit wir gesund bleiben, damit wir den Segen Gottes und Wohlbefinden genießen können. Das ist aber auch der Grund, warum die Kirche den Rassismus bekämpfen muss. Denn Rassismus ist das Gegenteil des Segens. Rassismus steht im direkten Widerspruch zur Gottes Vorstellung von uns, als er die Menschen erschuf. Und zwar, dass der Mensch, ungeachtet seiner und ihrer Hautfarbe, wertvoll ist.
Das ist der Grund, warum viele Kirchen, darunter auch wir, Donald Trump heftig kritisieren, wenn er mit Polizeieinsatz und Tränengas friedliche Demonstranten aus dem Weg räumt, damit er vor einer Kirche und mit einer Bibel in der Hand posieren kann.
Das Evangelium ist kein Symbol. Das Evangelium ist ein konkreter Akt der Liebe für die Mitmenschen. Und dieser Akt ist nicht vollendet, wenn er nicht für alle Hautfarben gilt. Oder für alle Gesellschaftsschichten und alle sexuelle und Genderidentitäten. Alle haben ein Anrecht auf Jesu Liebe, so wie es in der Bibel geschrieben steht.
Mit anderen Worten, das Evangelium muss bewiesen werden. Und ist nicht etwa das Werkzeug zum Beweis, dass die Person, die es gerade in den Händen hält, ein frommer Mensch ist.
Liebe Schwestern und Brüder. Jetzt befinden wir uns in einem idyllischen Wald. Hier spüren wir die frische Luft, sehen grüne Blätter und hören die Stille und Ruhe. Das bedeutet, dass wir uns in einem gesegneten Zustand befinden, den Gott uns geschenkt hat.
An vielen Orten wie im Amazonas, in Afrika, in Indonesien und auch in Deutschland, sind die großen Wälder bereits zerstört. Menschen beuten den Wald aus. Für den kurzzeitigen wirtschaftlichen Profit. Viele einheimische Pflanzen- und Tierarten sind vom Aussterben bedroht oder sind schon ausgestorben. Viele einheimische Stämme sind von der Natur abhängig und sind jetzt aus ihrer Heimat vertrieben.
Dies ist auch eine Verantwortung der Kirche, dass sie sich für die Erhaltung der Natur einsetzt. Damit der Segen wieder in die Schöpfung einkehren kann. So ist es doch unter anderem in unserem Sinne, wenn wir uns für die umweltfreundliche Alternativen in der Energieerzeugung für Deutschland und Europa einsetzen. Damit dieser Segen und das Wohlbefinden vor allem auch für unsere Kinder und unsere Enkelkinder erhalten bleiben.
Liebe Schwestern und Brüder. Lasst uns also einander segnen. Lasst uns aktiv dabei sein, für Frieden miteinander und mit der Natur einzustehen.
Im Joh 14, 27 spricht Jesus: Frieden lasse ich euch, meinen Frieden gebe ich euch. Nicht gebe ich euch, wie die Welt gibt. Euer Herz erschrecke nicht und fürchte sich nicht. Jesus hat uns also Frieden gelassen. Und Jesus meint mit Frieden viel mehr, als den, den wir in der Welt kennen. Jesu Friede ist ein liebevolles Miteinander der Menschen und der Natur. Es ist ein Zustand des harmonischen Einklangs. Und darum seine Worte: Euer Herz erschrecke nicht und fürchte sich nicht.
Diese Pandemie ist noch nicht vorbei. Aber wir brauchen nicht Angst zu haben. Lasst uns diese Situation mit klarem Verstand begegnen. Wir genießen die Sonne, wenn sie scheint. Wir genießen die Natur wie wir es heute tun, mit Abstand.
Möge der Friede und Segen Gottes Teil unseres Lebens werden.
Amen.
----------------
Tanggal: Minngu, 7 Juni 2020
Tempat: Glaskopf di Taunus
Teks Khotbah dariBilangan 6, 22- 27
TUHAN berfirman kepada Musa: 22 "Berbicaralah kepada Harun dan anak-anaknya: Beginilah harus kamu memberkati orang Israel, katakanlah kepada mereka: 23 TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; 24 TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; 25 TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera. 26 Demikianlah harus mereka meletakkan nama-Ku atas orang Israel, maka Aku akan memberkati mereka."
(Alkitab Terjemahan Baru 1974)
Khotbah:
Pendeta Junita Rondonuwu-Lasut (Evangelische Indonesiche Kristusgemeinde Rhein-Main)
Kalimat ini adalah ucapan berkat dari Allah yang disampaikan Musa kepada bangsa Israel.Ucapan berkat Allah itu diteruskan oleh gereja dan disampaikan kepada jemaatNya kapan saja, dimana saja, sampai saat ini.
Allah mau hidup kita diberkati. Dia mau kita hidup dalam damai sejahtera. Dia tidak mau, kita hidup dalam penderitaan dan permusuhan.
Allah mau, berkat dan damai sejahtera yang kita terima dariNya itu, dibagikan atau disebarkan kepada sesama manusia dan kepada alam ciptaanNya.
Itu sebabnya gereja terlibat aktif dalam upaya menghambat penyebaran Virus Corona. Supaya kita sehat, sehingga kita bisa menikmati berkat dan hidup dalam damai sejahtera.
Itu sebabnya gereja menentang rasisme. Karena rasisme itu bukan berkat. Rasisme itu bertentangan dengan visi Allah ketika Dia mencipta manusia. Bahwa manusia apapun warna kulitnya, adalah mulia. Karena Allah pencipta adalah mulia.
Itu sebabnya Gereja sedunia termasuk EKHN mengeritik Donald Trump yang berpose didepan gereja sambil memegang alkitab, tapi dia menggunakan militer untuk menghalau rakyat yang menuntut keadilan.
Injil itu bukan simbol. Injil itu adalah pelaksanaan cinta kasih secara konkrit kepada sesama manusia, apapun warna kulitnya, ideologinya, sattus sosialnya termasuk identitas seksualnya. Semua pantas menerima cinta kasih dari Yesus seperti yang tertulis dalam alkitab. Dengan kata lain, Injil itu mesti dibuktikan. Bukan sebagai alat bukti bahwa sipemnegang kitab Injil itu orang yang beriman.
Saudara-saudaraku yang kekasih. Saat ini kita berada dihutan yang indah. Disini kita merasakan udara segar, warna hijau daun yang indah, suara burung-burung yang merdu dan ketenangan. Ini berarti kita sementara berada dalam suasana berkat dan damai sejahtera dari Allah.
Tapi ada banyak tempat didunia ini, misalnya di Amazon, Afrika termasuk di Indonesia. Hutan yang besar, yang kaya akan flora dan fauna, sekarang telah rusak. Manusia mengeksploitasi hutan untuk kepentingan ekonomi jangka pendek.
Ada banyak tanaman dan hewan endemik terancam punah atau telah punah sama sekali. Ada banyak kelompok suku asli yang hidupnya tergantung pada alam, sekarang terusir dari kampung halamannya.
Karena itu Gereja ikut terlibat dalam upaya konservasi hutan tropis, supaya berkat dan damai sejahtera bisa kembali dirasakan banyak orang disana.
Gereja kita EKHN ikut mendorong penggunaan energi terbarukan yang ramah lingkungan baikdi Jerman maupun di Eropa. Supaya berkat dan damai sejahtera bisa dinikmati oleh kita saat ini, terutama bagi anak-anak dan cucu-cucu kita.
Marilah saudara-saudaraku kita saling memberkati antara satu dengan yang lain. Marilah kita upayakan kehidupan damai diantara kita, juga dengan lingkungan alam sekitar.
Yesus berkata dalam Yohanes 14. 27: Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.
Yesus meninggalkan damai sejahtera kepada kita. Damai sejahtera yang dimaksud Yesus, bukan damai sejahtera seperti yang dikenal dunia. Damai sejahtera Yesus adalah suasana mesrah antara sesama manusia dan alam ciptaanNya.
Damai sejahtera Yesus adalah suasana harmony. Karena itu Dia katakan, janganlah gelisah dan gentar hatimu.
Pandemi ini belum selesai. Tapi kita tidak perlu gelisah dan takut. Mari kita hadapi secara wajar. Kita nikmati matahari jika ada matahari. Kita nikmati alam seperti saaat ini, sambil menjaga jarak.
Kiranya berkat dan damai sejahtera Allah menjadi bagian hidup saudara-saudara sekalian.
Amin.