Blog

Di dalam blog ini tersedia pengumuman dan informasi terbaru.

Dekan kota Frankfurt Dr. Achim Knecht berkhotbah untuk Pentakosta di pusat kota tua Römerberg

[Deutscher Sprache]

Dekan kota Frankfurt Gereja EKHN berkhotbah pada acara ibadah oikumene Pentakosta. Ibadah ini dirayakan setiap tahun di pusat kota tua Römerberg Frankfurt. Dilaksanakan bersama dengan beberapa komunitas Kristen yang berbeda, juga berbeda latar belakang bahasa dan latar belakang kebudayaan.

Foto-foto pesta Pentakosta 2018

Dibawah cuaca yang cerah, sekitar 800 anggota jemaat datang ke Römerberg memenuhi undangan dari Gereja Evangelis di Wilayah kota Frankfurt am Main.
Gereja Evangelis Wilayah kota Frankfurt dan Perhimpunan Regional Evangelis di kota Frankfurt dipimpin oleh Pendeta Dr. Achim Knecht. Dekanat kota Frankfurt terdiri dari 57 Jemaat dan memiliki hampir 130.000 anggota.

Kasih Allah Menembus Sampai di Bawah Kulit
Gottes Liebe geht unter die Haut / Kasih Allah Menembus Sampai di Bawah Kulit


Dibawah ini khotbah Pentakosta oleh Dekan kota Frankfurt Pendeta Dr. Achim Knecht:

Jemaat yang kekasih!

Pada tanggal 4. April 1968, lima puluh tahun yang lalu, Dr. Martin Luther King Jr. dibunuh. Dr. King adalah seorang Pendeta dari Gereja Baptis. Dia adalah seorang tokoh pemimpin dalam gerakan hak-hak sipil Amerika Serikat.

Pada waktu itu dia berjuang melawan rasisme dan menuntut hak-hak yang sama untuk orang kulit hitam. Bertahun-tahun sebelum dia dibunuh, dia dimusuhi karena perjuangannya itu.

Mari kita dengar pengalamannya yang sangat mempengaruhi hidupnya. Dia menulis: „Setelah melewati satu hari yang sangat melelahkan, saya pergi tidur. Hari sudah larut malam. Istri saya sudah tertidur, dan ketika saya mau tertidur, tiba tiba telefon berdering. Dengan marah-marah penelepon berkata: „Dengarlah, negro! Paling lambat dalam seminggu engkau akan menyesal, bahwa engkau pernah datang ke Montgomery! "

Saya menutup telepon, tetapi saya tidak bisa tidur. Ketakutan besar menyerang saya. Saya berada di ujung kekuatan saya. ... Dalam kelelahan, saya memutuskan untuk membawa kekhawatiran saya kepada Tuhan. Di meja dapur, saya menundukkan kepala dan berdoa dengan lantang: „Saya berdiri dihadapanMu karena satu alasan yang saya anggap adil. Tapi sekarang saya takut. ... Saya tidak kuat menghadapinya lagi.“

Selesai berdoa saya merasakan kehadiran Tuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Saya merasakan seolah-olah saya benar-benar mendengar suara batin yang meyakinkan: „Berjuanglah untuk keadilan dan kebenaran! Tuhan akan selalu berdiri di sisimu! Seketika itu juga, rasa takut itu lenyap ... aku telah siap menghadapi apa pun juga ... "

Demikian jauh kutipan itu. Sebuah pengalaman yang menembus sampai dibawah kulit. Suara mengancam ini tidak membuat Martin Luther King Jr. menjadi dingin. Dia berpikir tentang istri dan anak-anaknya. Dapatkah istri dan anak-anaknya serta dirinya sendiri membalas kebencian yang menghadang dirinya? Apakah komitmennya terhadap keadilan, bernilai? Ancaman kebencian ini menembus sampai ke ginjalnya.

Dalam situasi ini, dia mengalami sesuatu yang luar biasa: Kasih Allah menyentuhnya. Dia mendengar suara yang berbicara didalam batinnya. Suara itu memberi penghiburan padanya. Seperti seseorang dipeluk dengan penuh cinta. Pengalaman ini melekat dalam dagingnya. Pengalaman ini memberinya kekuatan baru. Karena Tuhan bersamanya.

Jemaat yang kekasih, hal ini juga merupakan pengalaman Pentakosta. Roh Kudus menyentuh orang yang sedang dalam keputus asaan. Roh Allah menghiburnya. Kehangatan dirasakan – meskipun perasaan dingin dan kebencian sedang menyerangnya. Seseorang merasakan keberanian baru meskipun rasa takut yang melumpuhkannya.

Pentakosta itu bukan hanya semangat tak terbatas, yang masih nyata dalam pembacaan Kisah Para Rasul 2 yang baru saja kita dengar. Kemudian, ketika orang merasa: Kehidupan telah memberi saya begitu kaya! Aku memilikinya! Saya diterima dan dicintai! Saya bisa mengatasi sendiri. Saya dapat bergaul dengan semua orang!

Pentakosta adalah pengalaman yang menghiburkan: Keputus asaan bukan kata terakhir! Dalam situasi tanpa harapan, perspektif baru menjadi jelas. Orang yang terancam membutuhkan keberanian baru. Dia bisa bertahan menghadapi tantangan besar. Roh Kudus membantu mengatasi krisis-krisis kehidupan. Roh Kudus memberi seseorang daya tahan. Karena kasih Allah menyentuh dan merasuk sampai menembus kebawah kulit.

Dr. Martin Luther King Jr. telah memberi inspirasi bagi banyak orang bagaimana beriman dan bertindak. Saya sendiri, sejak masih muda terpengaruh olehnya.

Martin Luther King Jr. dijamah oleh kasih Tuhan. Karena itu, dia tidak bisa dan tidak ingin mundur, dia tidak mau membiarkan pengabaian dan penindasan orang-orang kulit hitam. Karena kasih Allah berlaku untuk semua orang: Tidak peduli apa warna kulit mereka. Tidak peduli dari mana asal mereka. Tidak peduli bahasa apa yang mereka gunakan. Tidak peduli budaya apa yang dipelihara. Tidak peduli agama apa yang dianut mereka: Tuhan mengasihi setiap manusia!

Dari pengalaman ini dia tidak bisa lagi menerima diskriminasi orang berdasarkan warna kulit mereka, asal mereka, bahasa mereka, budaya mereka dan agama mereka. Kasih Allah terhadap semua manusia telah menyentuh Martin Luther King Jr. Itu sebabnya dia tidak hanya terlibat melawan rasisme, tetapi juga melawan ketidakadilan sosial dan melawan keterlibatan AS dalam perang Vietnam.

Kasih Allah bagi Martin Luther King Jr. menjadi jelas didalam Yesus Kristus. Ucapan-ucapan Yesus dan perbuatan-perbuatanNya, hidup dan kematianNya. Karena itu, sangat jelas bagi King bahwa gereja yang berkomitmen pada roh Yesus harus membela orang-orang yang lemah. Gereja harus bersuara bagi mereka yang tidak memiliki suara, yang penderitaannya diabaikan dan terbaikan. Karena siapa yang diam terhadap kejahatan sama bersalahnya dengan orang yang melakukannya.

Juga jelas bagi Martin Luther King Jr. bahwa orang Kristen hanya bisa melawan ketidakadilan di dunia ini dengan tanpa kekerasan. Sangat penting bagi pengikut Yesus adalah kesediaan berjumpa dengan lawan, bertemu dengan musuh-musuh dengan rasa hormat dan dengan cintakasih.

King berkata, „Tidak ada pilihan lain, kata Yesus: Kamu harus „mengasihi musuhmu!“. Umumnya orang tidak bisa menjalankan perintah ini. ... Bagaimana mungkin seseorang bisa mengasihi orang yang merusak secara terang terangan atau secara diam-diam? ... Meskipun ini pertanyaan dan keberatan yang selalu berulang ulang. Tapi perintah Kristus ini berlaku sampai saat ini dan mendesak untuk dilakukan.

Manusia selalu berada di jalan kebencian. ...Tapi hanya cintakasih kepada musuh kitalah adalah kunci untuk memecahkan masalah dunia ini. Yesus bukanlah seorang idealis kosmopolitan, tetapi Dia seorang realis praktis. "

Demikianlah kutipan dari Martin Luther King Jr. Dia yakin bahwa kekerasan hanya dapat diatasi melalui perlawanan tanpa kekerasan. Posisi seperti itu membutuhkan daya tahan yang sangat besar.

Saya membayangkan gambar-gambar di televisi, ketika pasukan keamanan menghalau para demonstran kulit hitam dengan kekerasan dan kebencian. Tapi para demonstran tidak mundur dan tidak melawan. Sungguh sangat mengesankan, dalam situasi seperti itu, kebencian dihadapi dengan semangat cintakasih!

Satu teks Perjanjian Lama tentag pesta Pentakosta berkata: Hal itu tidak akan dilakukan oleh tentara atau kekuasaan, melainkan oleh Roh-Ku, demikian firman Allah“. Dan rasul Paulus mengaku: Kekuatan Allah berkuasa dalam kelemahan! Dan justru dalam pengertian inilah roh Pentakosta menuntut orang-orang dalam mengikuti Yesus yaitu dengan meninggalkan kekerasan – karena hanya dengan demikian kasih Allah dapat menang di dunia ini.

Martin Luther King Jr. melihat kebenaran dan cintakasih sebagai senjata paling ampuh untuk menghadapi kebencian, yaitu kebencian terhadap orang-orang dari warna kulit berbeda, kebencian terhadap orang-orang dari latar belakang budaya lain, atau agama lain.

Sayangnya, rasisme bukan hanya masalah masyarakat Amerika pada tahun 1960an. Tapi juga masalah kita disini, saat ini. Dalam masyarakat kita di Jerman, rasisme dan kebencian terhadap apa yang disebut ‚orang lain‘ masih berulang-ulang terjadi dari tahun ke tahun dalam bentuk yang berbeda. Baik itu orang Yahudi yang terancam jika mereka sendirian di kota dengan Kippa di kepala mereka. Baik itu orang Muslim ketika mereka mengenakan jilbab di jalanan. Atau ketika orang kulit hitam mengalami bahwa mereka terpinggirkan, bahwa mereka tidak dianggap sebagai orang Jerman, walaupun mereka lahir dan dibesarkan di sini.

Kasih Allah menembus sampai dibawah kulit, sehingga orang asing menjadi teman. Moto ibadah Pentakosta tahun ini memperjelas bahwa kasih Allah di dalam Yesus Kristus tidak meninggalkan orang-orang yang tidak terjangkau, yang tidak terjamah. Mereka tidak dapat menerima kabar baik ini tanpa solidaritas kepada mereka yang menderita karena rasisme, kemiskinan, dan perang. Saya senang bahwa pelayanan di jemaat-jemaat dan lembaga-lembaga gereja kita diwarnai oleh komitmen ke arah ini! Pada saat yang sama, pesan Pentakosta menunjukkan, bagaimana kita hidup bersama dalam jaringan dunia global yang beragam. Martin Luther King Jr. menggambarkan tantangan ini pada kesempatan pemberian Hadiah Nobel Perdamaian kepadanya pada tahun 1964 sebagai berikut:

„Kami telah belajar, terbang melintasi udara seperti burung dan berenang mengarungi lautan seperti ikan, tetapi bukan seni sederhana, bukan hal yang mudah untuk hidup bersama sebagai sesama saudara ... Dan ini adalah masalah kemanusiaan baru yang luar biasa. Kami mewarisi sebuah rumah megah, 'rumah dunia' besar, didalamnya kami harus hidup bersama – orang kulit hitam dan kulit putih, orang-orang dari Timur dan Barat, orang-orang kafir dan Yahudi, Katolik dan Protestan, Muslim, Budha dan Hindu, keluarga, yang berbeda dalam ide-ide, budaya dan minat mereka, entah bagaimana harus belajar untuk hidup bersama di dunia yang besar ini – karena kita tidak bisa hidup tanpa satu sama lain."

Demikian jauh kutipan ini. Tulisan ini menggambarkan tantangan dunia 50 tahun kemudian disatu dunia global yang tak dapat diubah. Pemisahan terhadap orang asing, terhadap orang-orang jauh dan orang-orang dekat di sini pada kami, itu bukan cara yang benar. Ini tentang perjumpaan dan belajar mengenal satu sama lain. Perayaan Internasional pada siang nanti di Dominikaner Kloster adalah kesempatan yang baik untuk berjumpa dan mengenal!

Karena itu pesan Pentakosta mengatakan: Roh Allah menghubungkan orang-orang di semua batasan dan perbedaan. Dia menggerakkan manusia untuk bekerja untuk manusia lain. Roh Kudus memotivasi orang untuk melawan kebencian. Karena kasih Allah menembus sampai dibawah kulit, sehingga orang asing menjadi teman.

Amen.